ONTOLOGI ILMU

ONTOLOGI ILMU

 A.     Pendahuluan

Sejak awal sejarah ternyata manusia menggunakan akal budi dan fikirannya untuk mencari tahu apa sebenarnya yang ada dibalik segala kenyataan (realitas) itu. Proses itu mencari tahu itu menghasilkan kesadaran, yang disebut pengetahuan. Jika proses itu memiliki ciri-ciri metodis, sistematis dan koheren, dan cara mendapatkannya dapat dipertanggung-jawabkan, maka lahirlah ilmu pengetahuan.

Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang (1) disusun metodis, sistematis dan koheren (bertalian) tentang suatu bidang tertentu dari kenyataan (realitas), dan yang (2) dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) tersebut.

Makin ilmu pengetahuan menggali dan menekuni hal-hal yang khusus dari kenyataan (realitas), makin nyatalah tuntutan untuk mencari tahu tentang seluruh kenyataan (realitas).

Dalam kehidupan sehari-hari Ilmu pengetahuan, yang kadang disebut sains, merupakan komponen terbesar yang diberikan sebagai mata pelajaran dalam semua tingkatan pendidikan di samping humaniora dan agama.
Mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dari mulai pendidikan anak usia dini sampai perguruan tinggi ada banyak sekali cabang disiplin ilmu. Perkembangan ilmu pengetahuan sebagai disiplin akademik tersebut semakin lama semakin berkembang seiring munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialis bidang tertentu.
Untuk memberikan gambaran tentang begitu banyaknya disiplin ilmu dan bidang-bidang kajiannya, maka perlu adanya pembahasan khusus tentang hal tersebut.

B.     Pengertian dan Hakikat Ilmu

1.      Pengertian Ilmu

Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.

Ilmu bukan sekedar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.

Contoh: Ilmu Alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal yang bahani (materiil saja) atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika membatasi lingkup pandangannya ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang kongkrit. Berkenaan dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa jauhnya matahari dari bumi, atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi sesuai untuk menjadi perawat.

Kata ilmu dalam bahasa Arab “ilm” yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan, dan ilmu sosial dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial, dan lain sebagainya.

Moh. Nazir, (1983:9) mengemukakan bahwa ilmu tidak lain dari suatu pengetahuan, baik natura atau pun sosial, yang sudah terorganisir serta tersusun secara sistematik menurut kaidah umum. Sedangkan Ahmad Tafsir (1992:15) memberikan batasan ilmu sebagai pengetahuan logis dan mempunyai bukti empiris. Sementara itu, Sikun Pribadi (1972:1-2) merumuskan pengertian ilmu secara lebih rinci (ia menyebutnya ilmu pengetahuan), bahwa:

Obyek ilmu pengetahuan ialah dunia fenomenal, dan metode pendekatannya berdasarkan pengalaman (experience) dengan menggunakan berbagai cara seperti observasi, eksperimen, survey, studi kasus, dan sebagainya. Pengalaman-pengalaman itu diolah oleh fikiran atas dasar hukum logika yang tertib. Data yang dikumpulkan diolah dengan cara analitis, induktif, kemudian ditentukan relasi antara data-data, diantaranya relasi kausalitas. Konsepsi-konsepsi dan relasi-relasi disusun menurut suatu sistem tertentu yang merupakan suatu keseluruhan yang terintegratif. Keseluruhan integratif itu kita sebut ilmu pengetahuan.

Di lain pihak, Lorens Bagus (1996:307-308) mengemukakan bahwa ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu ke obyek (atau alam obyek) yang sama dan saling keterkaitan secara logis.

Dari beberapa pengertian ilmu di atas dapat diperoleh gambaran bahwa pada prinsipnya ilmu merupakan suatu usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan pengetahuan atau fakta yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari, dan dilanjutkan dengan pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode yang biasa dilakukan dalam penelitian ilmiah (observasi, eksperimen, survai, studi kasus dan lain-lain).

2.      Hakikat Ilmu

Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan ilmu dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya. Ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan yaitu gabungan antara berpikir secara rasional dan empiris (Suriasumantri, 1984b).

Hal senada diungkapkan oleh Adisusilo (1983) yang menyatakan bahwa Ilmu pengetahuan atau science adalah suatu proses untuk menemukan kebenaran pengetahuan. Karena itu, ilmu pengetahuan harus mempunyai sifat ilmiah, yaitu pengetahuan yang diperoleh secara metodis, sistematis, dan logis. Metodis maksudnya adalah bahwa pengetahuan itu diperoleh dengan cara kerja yang terperinci, baik yang bersifat induktif maupun deduktif, sesuai dengan tahapan-tahapan metode ilmu, misalnya dimulai dengan observasi, perumusan masalah, mengumpulkan dan mengklasifikasi fakta, membuat generalisasi, merumuskan hipotesis, dan membuat verifikasi. Sementara itu, Gie (1984) menyatakan bahwa pemahaman terhadap konsepsi ilmu yang sistematik dan lengkap hendaknya mencakup segi-segi denotasi (cakupan), konotasi (ciri penentu), dan dimensi (keluasan). Ketiga segi tersebut perlu dibedakan secara tegas dan tidak dicampuradukkan dalam pembahasan tentang ilmu.

Menurut Suriasumantri (1984a) ciri-ciri keilmuan didasarkan pada jawaban yang diberikan ilmu terhadap tiga pertanyaan pokok yang mencakup apa yang ingin kita ketahui (ontologis), bagaimana cara mendapatkan pengetahuan tersebut (epistemologi), dan apa nilai kegunaannya bagi kita (axiologi). Dalam hal ini, falsafah mempelajari masalah ini sedalam-dalamnya dan hasil pengkajiannya merupakan dasar dari eksistensi atau keberadaan ilmu.

Ontologi membahas tentang apa yang kita ketahui dan seberapa jauh kita ingin tahu. Kemudian, bagaimana cara kita mendapatkan pengetahuan mengenai obyek tersebut ? Untuk menjawab pertanyaan ini kita berpaling kepada epistemologi, yakni teori pengetahuan (Suriasumantri,1984a). Menurut Pranarka (1987), orang perlu mencari dan mempertanyakan dasar-dasar dari ilmu itu, terutama menunjukkan legitimasi epistemologinya. Selanjutnya, jawaban untuk pertanyaan ketiga tentang nilai kegunaan pengetahuan, berkaitan dengan axiologi yakni teori tentang nilai. Setiap bentuk buah pemikiran manusia dapat dikembalikan pada dasar-dasar ontologi, epistemologi, dan axiologi dari pemikiran yang bersangkutan.

Secara lebih rinci, Suriasumantri (1984b dan 1984c) menyatakan bahwa tiap-tiap pengetahuan mempunyai tiga komponen yang merupakan tiang penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya. Komponen tersebut adalah ontologi, epistemologi, dan axiologi. Ontologi merupakan asas dalam menetapkan batas/ruang lingkup ujud yang menjadi objek penelaahan (objek formal dari pengetahuan) serta penafsiran tentang hakikat realitas (metafisika) dari objek formal tersebut. Epistemologi merupakan asas mengenai cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan. Sedangkan aksiologi merupakan asas dalam menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dan disusun dalam tubuh pengetahuan tersebut.

Menurut Aristoteles (384-322 SM), pemikiran kita melewati 3 jenis abstraksi (abstrahere = menjauhkan diri dari, mengambil dari). Tiap jenis abstraksi melahirkan satu jenis ilmu pengetahuan dalam bangunan pengetahuan yang pada waktu itu disebut filsafat: Aras abstraksi pertama – fisika. Kita mulai berfikir kalau kita mengamati. Dalam berfikir, akal dan budi kita “melepaskan diri” dari pengamatan inderawi segi-segi tertentu, yaitu “materi yang dapat dirasakan” (“hyle aistete”). Dari hal-hal yang partikular dan nyata, ditarik daripadanya hal-hal yang bersifat umum: itulah proses abstraksi dari ciri-ciri individual. Akal budi manusia, bersama materi yang “abstrak” itu, menghasilan ilmu pengetahuan yang disebut “fisika” (“physos” = alam). Aras abstraksi kedua – matesis. Dalam proses abstraksi selanjutnya, kita dapat melepaskan diri dari materi yang kelihatan. Itu terjadi kalau akal budi melepaskan dari materi hanya segi yang dapat dimengerti (“hyle noete”). Ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh jenis abstraksi dari semua ciri material ini disebut “matesis” (“matematika” – mathesis = pengetahuan, ilmu).
Aras abstraksi ketiga – teologi atau “filsafat pertama”. Kita dapat meng-“abstrahere” dari semua materi dan berfikir tentang seluruh kenyataan, tentang asal dan tujuannya, tentang asas pembentukannya, dsb. Aras fisika dan aras matematika jelas telah kita tinggalkan. Pemikiran pada aras ini menghasilkan ilmu pengetahuan yang oleh Aristoteles disebut teologi atau “filsafat pertama”. Akan tetapi karena ilmu pengetahuan ini “datang sesudah” fisika, maka dalam tradisi selanjutnya disebut metafisika.

C.     Syarat-syarat dan Karakteristik Ilmu

Suatu pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu apabila dapat memenuhi persyaratan-persyaratan, sebagai berikut:

  1. Ilmu mensyaratkan adanya obyek yang diteliti, baik yang berhubungan dengan alam (kosmologi) maupun tentang manusia (Biopsikososial).

Ilmu mensyaratkan adanya obyek yang diteliti. Lorens Bagus (1996) menjelaskan bahwa dalam teori skolastik terdapat pembedaan antara obyek material dan obyek formal. Obyek formal merupakan obyek konkret yang disimak ilmu. Sedang obyek formal merupakan aspek khusus atau sudut pandang terhadap ilmu. Yang mencirikan setiap ilmu adalah obyek formalnya. Sementara obyek material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain.

  1. ilmu mensyaratkan adanya metode tertentu, yang di dalamnya berisi pendekatan dan teknik tertentu.

Metode ini dikenal dengan istilah metode ilmiah. Dalam hal ini, Moh. Nazir, (1983) mengungkapkan bahwa metode ilmiah boleh dikatakan merupakan suatu pengejaran terhadap kebenaran yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan logis. Karena ideal dari ilmu adalah untuk memperoleh interrelasi yang sistematis dari fakta-fakta, maka metode ilimiah berkehendak untuk mencari jawaban tentang fakta-fakta dengan menggunakan pendekatan kesangsian sistematis.

Almack (1939) mengatakan bahwa metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. Sedangkan Ostle (1975) berpendapat bahwa metode ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh sesutu interrelasi. Selanjutnya pada bagian lain Moh. Nazir mengemukakan beberapa kriteria metode ilmiah dalam perspektif penelitian kuantitatif, di antaranya:

  • berdasarkan fakta,
  • bebas dari prasangka,
  • menggunakan prinsip-prinsip analisa,
  • menggunakan hipotesa, dan
  • menggunakan ukuran obyektif dan menggunakan teknik kuantifikasi.

Belakangan ini berkembang pula metode ilmiah dengan pendekatan kualitatif. Nasution (1996) mengemukakan ciri-ciri metode ilimiah dalam penelitian kualitatif, diantaranya:

  • sumber data ialah situasi yang wajar atau natural setting,
  • peneliti sebagai instrumen penelitian,
  • sangat deskriptif,
  • mementingkan proses maupun produk,
  • mencari makna,
  • mengutamakan data langsung,
  • triangulasi,
  • menonjolkan rincian kontekstual,
  • subyek yang diteliti dipandang berkedudukan sama dengan peneliti,
  • mengutamakan perspektif emic,
  • verifikasi,
  • sampling yang purposif,
  • menggunakan audit trail,
  • partisipatipatif tanpa mengganggu,
  • mengadakan analisis sejak awal penelitian, dan
  • disain penelitian tampil dalam proses penelitian.
  1. Pokok permasalahan (subject matter atau focus of interest).

Ilmu mensyaratkan adanya pokok permasalahan yang akan dikaji. Mengenai focus of interest ini Husein Al-Kaff dalam Kuliah Filsafat Islam di Yayasan Pendidikan Islam Al-Jawad menjelaskan bahwa ketika masalah-masalah itu diangkat dan dibedah dengan pisau ilmu maka masalah masalah yang sederhana tidak menjadi sederhana lagi. Masalah-masalah itu akan berubah dari sesuatu yang mudah menjadi sesuatu yang sulit, dari sesuatu yang sederhana menjadi sesuatu yang rumit (complicated). Oleh karena masalah-masalah itu dibawa ke dalam pembedahan ilmu, maka ia menjadi sesuatu yang diperselisihkan dan diperdebatkan. Perselisihan tentangnya menyebabkan perbedaan dalam cara memandang dunia (world view), sehingga pada gilirannya muncul perbedaan ideologi (Husein Al-Kaff, Filsafat Ilmu,)

Di samping memiliki syarat-syarat tertentu, ilmu memiliki pula karakteristik atau sifat yang menjadi ciri hakiki ilmu. Randall dan Buchler mengemukakan beberapa ciri umum ilmu, yaitu : (1) hasil ilmu bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama, (2) Hasil ilmu kebenarannya tidak mutlak dan bisa terjadi kekeliruan, dan (3) obyektif tidak bergantung pada pemahaman secara pribadi. Pendapat senada diajukan oleh Ralph Ross dan Enerst Van den Haag bahwa ilmu memiliki sifat-sifat rasional, empiris, umum, dan akumulatif (Uyoh Sadulloh,1994).

Sementara, dari apa yang dikemukakan oleh Lorens Bagus (1996) tentang pengertian ilmu dapat didentifikasi bahwa salah satu sifat ilmu adalah koheren yakni tidak kontradiksi dengan kenyataan. Sedangkan berkenaan dengan metode pengembangan ilmu, ilmu memiliki ciri-ciri dan sifat-sifat yang reliable, valid, dan akurat. Artinya, usaha untuk memperoleh dan mengembangkan ilmu dilakukan melalui pengukuran dengan menggunakan alat ukur yang memiliki keterandalan dan keabsahan yang tinggi, serta penarikan kesimpulan yang memiliki akurasi dengan tingkat siginifikansi yang tinggi pula. Bahkan dapat memberikan daya prediksi atas kemungkinan-kemungkinan suatu hal.

Sementara itu, Ismaun (2001) mengetengahkan sifat atau ciri-ciri ilmu sebagai berikut : (1) obyektif; ilmu berdasarkan hal-hal yang obyektif, dapat diamati dan tidak berdasarkan pada emosional subyektif, (2) koheren; pernyataan/susunan ilmu tidak kontradiksi dengan kenyataan; (3) reliable; produk dan cara-cara memperoleh ilmu dilakukan melalui alat ukur dengan tingkat keterandalan (reabilitas) tinggi, (4) valid; produk dan cara-cara memperoleh ilmu dilakukan melalui alat ukur dengan tingkat keabsahan (validitas) yang tinggi, baik secara internal maupun eksternal, (5) memiliki generalisasi; suatu kesimpulan dalam ilmu dapat berlaku umum, (6) akurat; penarikan kesimpulan memiliki keakuratan (akurasi) yang tinggi, dan (7) dapat melakukan prediksi; ilmu dapat memberikan daya prediksi atas kemungkinan-kemungkinan suatu hal.

  1. D.    Ruang Lingkup Ilmu

Pengetahuan merupakan sesuatu yang didasari oleh rasa ingin tahu. Jadi, dimulai dari rasa ingin tahulah timbul suatu pengetahuan. Jika kita mendengar kata “pengetahuan”, tentu yang terfikirkan oleh kita adalah bahwa pengetahuan itu adalah apa saja yang kita ketahui tentang suatu objek. Benar, tanpa adanya rasa ingin tahu, tentu kita tidak akan mencari tahu, dan akibatnya tak kan pernah ada pengetahuan. Tapi itu tidak akan terjadi, karena setiap manusia diciptakan dengan rasa ingin tahu, sehingga mereka akan mencari tahu apa-apa yang belum mereka ketahui.

Pengetahuan muncul atas dasar tertentu, sehingga ada pengetahuan yang berlaku secara umum dan diterima secara umum, dan ada juga pengetahuan yang tidak berlaku secara umum, dan hanya dipakai oleh beberapa individu ataupun kelompok tertentu saja. akan tetapi tidak dapat diterima secara umum. Pengetahuan yang mempunyai dasar dan berlaku secara umum inilah yang disebut dengan ilmu.

Untuk mendapatkan pengetahuan ini, ilmu membuat beberapa asumsi mengenai objek-objek empiris. Sebuah pengetahuan baru dianggap benar selama kita bisa menerima asumsi yang dikemukakannya. Secara lebih terperinsi ilmu mempunyai tiga asumsi yang dasar. Asumsi pertama, menganggap objek-objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, umpamanya dalam hal bentuk, struktur, sifat dan sebagainya. Asumsi kedua, ilmu menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu . Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku suatu objek dalam suatu keadaan tertentu. Asumsi ketiga, ilmu menganggap bahwa tiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Tiap gejala mempunyai suatu hubungan pola-pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan kejadian yang sama. Dalam penegartian ini ilmu mempunyai sifat deterministik. Namunpun demikian dalam determinisme dalam pengertian ilmu mempunyai konotasi yang bersifat peluang (probabilistik).

Jika kita mempertanyakan apa ruang lingkup kerja ilmu atau batas penjelajahan ilmu maka bisa dijelaskan bahwa ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan dan berhenti di batas pengalaman manusia. Ilmu tidak mempelajari sesuatu yang bukan dari pengalaman manusia, maka ilmu tidak bekerja di luar batas kerjanya seperti keyakinan surga dan neraka. Pada prinsipnya ilmu sendiri dalam kehidupan manusia sebagai alat pembantu untuk bisa membongkar berbagai problem manusia dalam batas pengalamannya.

Ilmu membatasi lingkup penjelajahan pada batas pengalaman manusia. Metode yang dipergunakan dalam menyusun ilmu telah teruji kebenarannya secara empiris. Dalam perkembangannya kemudian maka muncul banyak cabang ilmu yang diakibatkan karena proses kemajuan dan penjelajahan ilmu yang tidak pernah berhenti. Dari sinilah kemudian lahir konsep “kemajuan” dan “modernisme” sebagai anak kandung dari cara kerja berpikir keilmuan.

Ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman manusia. Fungsi ilmu yakni sebagai alat pembantu manusia dalam menanggulangi masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari. Ilmu diharapkan membantu kita memerangi penyakit, membangun jembatan, irigasi, membangkitkan tenaga listrik, mendidik anak, memeratakan pendapatan nasional dan sebagainya. Persoalan mengenai hari kemudian tidak akan kita tanyakan kepada ilmu, melainkan kepada agama, sebab agamalah pengetahuan yang mengkaji masalah-masalah seperti itu. Ilmu-ilmu murni kemudian berkembang menjadi ilmu-ilmu terapan, seperti contoh dibawah ini :

ILMU MURNI                                                            ILMU TERAPAN

Mekanika                                                                     Mekanika Teknik

Hidrodinamika                                                              Teknik Aeronautikal /

Teknik & Desain Kapal

Bunyi                                                                            Teknik Akustik

Cahaya & Optik                                                           Teknik Iluminasi

Kelistrikan /                                                                  Teknik Elektronik /

Magnestisme                                                                Teknik Kelistrikan

Fisika Nuklir                                                                 Teknik Nuklir

Cabang utama ilmu-ilmu sosial yakni antropologi (mempelajari manusia dalam perspektif waktu dan tempat), psikologi (mempelajari proses mental dan kelakuan manusia), ekonomi (mempelajari manusia dalam memenuhi kebutuhannya lewat proses pertukaran), sosiologi (mempelajari struktur organisasi sosial manusia) dan ilmu politik (mempelajari sistem dan proses dalam kehidupan manusia berpemerintahan dan bernegara).

Cabang utama ilmu-ilniu sosial yang lainnya mempunyai cabang-cabang lagi seperti antropologi terpecah menjadi lima yakni, arkeologi, antropologi fisik, linguistik, etnologi dan antropologi sosial/kultural, semua itu kita golongkan ke dalam ilmu murni.

Ilmu murni merupakan kumpulan teori-teori ilmiah yang bersifat dasar dan teoritis yang belum dikaitkan dengan masalah kehidupan yang bersifat praktis. Ilmu terapan merupakan aplikasi ilmu murni kepada masalah-masalah kehidupan yang mempunyai manfaat praktis.

Banyak sekali konsep ilmu-ilmu sosil “murni” dapat diterapkan langsung kepada kehidupan praktis, ekonomi umpamanya, meminjam perkataan Paul Samuelson, merupakan ilmu yang beruntung (Fortunate) karena dapat diterapkan langsung kepada kebijaksanaan umum (public policy).

Di samping ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, pengetahuan mencakup juga humaniora dan matematika. Humaniora terdiri dari seni, filsafat, agama, bahasa dan sejarah. Matematika bukan merupakan ilmu, melainkan cara berpikir deduktif. Matematika merupakan sarana yang penting dalam kegiatan berbagai disiplin keilmuan, mencakup antara lain, geometri, teori bilangan, aljabar, trigonometri, geometri analitik, persamaan diferensial, kalkulus, topologi, geometri non-Euclid, teori fungsi, probabilitas dan statistika, logika dan logika matematika.

  1. E.     Penutup

Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu obyek tertentu, termasuk ke dalamnya adalah ilmu. Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui manusia disamping berbagai pengetahuan lainnya seperti seni dan agama.

Ilmu memiliki karakteristik atau sifat yang menjadi ciri hakiki ilmu. Randall dan Buchler mengemukakan beberapa ciri umum ilmu, yaitu : (1) hasil ilmu bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama, (2) Hasil ilmu kebenarannya tidak mutlak dan bisa terjadi kekeliruan, dan (3) obyektif tidak bergantung pada pemahaman secara pribadi. Pendapat senada diajukan oleh Ralph Ross dan Enerst Van den Haag bahwa ilmu memiliki sifat-sifat rasional, empiris, umum, dan akumulatif

Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental. Tiap jenis pengetahuan pada dasarnya menjawab jenis pertanyaan tertentu yang diajukan. Secara Ontologis ilmu membatasi diri pada kajian obyek yang berada dalam lingkup pengalaman manusia, sedangkan agama memasuki daerah penjelajahan yang bersifat trasendental yang berada di luar pengalaman kita.

 

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Sanusi,.(1998), Filsafah Ilmu, Teori Keilmuan, dan Metode Penelitian : Memungut dan Meramu Mutiara-Mutiara yang Tercecer, Makalah, Bandung PS-IKIP Bandung.

Achmad Sanusi, (1999), Titik Balik Paradigma Wacana Ilmu : Implikasinya Bagi Pendidikan, Makalah, Jakarta : MajelisPendidikan Tinggi Muhammadiyah.

Agraha Suhandi, Drs., SHm.,(1992), Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya, (Diktat Kuliah), Bandung : Fakultas Sastra Unpad Bandung.

C.A. van Peursen, (2008), Filsafat Sebagai Seni Untuk Bertanya. Dikutip dari buku B. Arief Sidharta. Apakah Filsafat dan Filsafat Ilmu Itu?, Bandung: Pustaka Sutra.

Filsafat_Ilmu,http://members.tripod.com/aljawad/artikelfilsafat_ilmu.htm

Ismaun, (2001), Filsafat Ilmu, (Diktat Kuliah), Bandung : UPI Bandung.

Jujun S. Suriasumantri, (1982), Filsafah Ilmu : Sebuah Pengantar Populer, Jakarta : Sinar Harapan.

Mantiq, http://media.isnet.org./islam/etc/mantiq.htm.

Moh. Nazir, (1983), Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia

Muhammad Imaduddin Abdulrahim, (1988), Kuliah Tawhid, Bandung : Yayasan Pembina Sari Insani (Yaasin)

Wahid, Ramli Abdul, (1996), Ulumul Qu’ran, Jakarta: Grafindo.

Vardiansyah, Dani, (2008), Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Jakarta: Indeks.


HILANGNYA GOTONG ROYONG PADA MASYARAKAT PEDESAAN

Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.

Masyarakat desa adalah masyarakat yang kehidupannya masih banyak dikuasai oleh adat istiadat lama. Adat istiadat adalah sesuatu aturan yang sudah mantap dan mencakup segala konsepsi sistem budaya yang mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidupan sosial hidup bersama, bekerja sama dan berhubungan erat secara tahan lama, dengan sifat-sifat yang hampir seragam.

Masyarakat pedesaan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Sederhana; Sebagian besar masyarakat desa hidup dalam kesederhanaan. Kesederhanaan ini terjadi karena dua hal: a. Secara ekonomi memang tidak mampu ; b. Secara budaya memang tidak senang menyombongkan diri;
  2. Mudah curiga; Secara umum, masyarakat desa akan menaruh curiga pada: a) Hal-hal baru di luar dirinya yang belum dipahaminya b) Seseorang/sekelompok yang bagi komunitas mereka dianggap “asing”
  3. Menjunjung tinggi “unggah-ungguh”. Sebagai “orang Timur”, orang desa sangat menjunjung tinggi kesopanan atau “unggah-ungguh” apabila: a) Bertemu dengan tetangga; b) Berhadapan dengan pejaba; c) Berhadapan dengan orang yang lebih tua/dituakan d) Berhadapan dengan orang yang lebih mampu secara ekonomi; dan e) Berhadapan dengan orang yang tinggi tingkat pendidikannya
  4. Guyub, kekeluargaan; Sudah menjadi karakteristik khas bagi masyarakat desa bahwa suasana kekeluargaan dan persaudaraan telah “mendarah-daging” dalam hati sanubari mereka.
  5. Lugas; “Berbicara apa adanya”, itulah ciri khas lain yang dimiliki masyarakat desa. Mereka tidak peduli apakah ucapannya menyakitkan atau tidak bagi orang lain karena memang mereka tidak berencana untuk menyakiti orang lain. Kejujuran, itulah yang mereka miliki.
  6. Tertutup dalam hal keuangan; Biasanya masyarakat desa akan menutup diri manakala ada orang yang bertanya tentang sisi kemampuan ekonomi keluarga. Apalagi jika orang tersebut belum begitu dikenalnya. Katakanlah, mahasiswa yang sedang melakukan tugas penelitian survei pasti akan sulit mendapatkan informasi tentang jumlah pendapatan dan pengeluaran mereka.
  7. Perasaan “minder” terhadap orang kota

Satu fenomena yang ditampakkan oleh masayarakat desa, baik secara langsung ataupun tidak langsung ketika bertemu/bergaul dengan orang kota adalah perasaan mindernya yang cukup besar. Biasanya mereka cenderung untuk diam/tidak banyak omong.

  1. Menghargai (“ngajeni”) orang lain

Masyarakat desa benar-benar memperhitungkan kebaikan orang lain yang pernah diterimanya sebagai “patokan” untuk membalas budi sebesar-besarnya. Balas budi ini tidak selalu dalam wujud material tetapi juga dalam bentuk penghargaan sosial atau dalam bahasa Jawa biasa disebut dengan “ngajeni”.

  1. Jika diberi janji, akan selalu diingat; Bagi masyarakat desa, janji yang pernah diucapkan seseorang/komunitas tertentu akan sangat diingat oleh mereka terlebih berkaitan dengan kebutuhan mereka. Hal ini didasari oleh pengalaman/trauma yang selama ini sering mereka alami, khususnya terhadap janji-janji terkait dengan program pembangunan di daerahnya.
  2. Suka gotong-royong

Salah satu ciri khas masyarakat desa yang dimiliki dihampir seluruh kawasan Indonesia adalah gotong-royong atau kalau dalam masyarakat Jawa lebih dikenal dengan istilah “sambatan”. Uniknya, tanpa harus dimintai pertolongan, serta merta mereka akan “nyengkuyung” atau bahu-membahu meringankan beban tetangganya yang sedang punya “gawe” atau hajatan. Mereka tidak memperhitungkan kerugian materiil yang dikeluarkan untuk membantu orang lain. Prinsip mereka: “rugi sathak, bathi sanak”. Yang kurang lebih artinya: lebih baik kehilangan materi tetapi mendapat keuntungan bertambah saudara.

  1. Demokratis; Sejalan dengan adanya perubahan struktur organisasi di desa, pengambilan keputusan terhadap suatu kegiatan pembangunan selalu dilakukan melalui mekanisme musyawarah untuk mufakat. Dalam hal ini peran BPD (Badan Perwakilan Desa) sangat penting dalam mengakomodasi pendapat/input dari warga.
  2. Religius; Masyarakat pedesaan dikenal sangat religius. Artinya, dalam keseharian mereka taat menjalankan ibadah agamanya. Secara kolektif, mereka juga mengaktualisasi diri ke dalam kegiatan budaya yang bernuansa keagamaan. Misalnya: tahlilan, rajaban, Jumat Kliwonan, dll.

Ciri-ciri yang telah diungkapkan di atas yang seharusnya menjadi identitas mereka, di sebagian masyarakat pedesaan hal tersebut telah pudar bahkan sebagian lagi telah hilang ditelan zaman. Contoh konkrit, gotong royong. Masyarakat pedesaan tempo dulu menjadikan gotong royong sebagai sebuah kearifan lokal. Bahkan menjadi sebuah gunjingan di kalangan masyarakat jika ada seseorang yang tidak mau ikut campur dalam kegiatan tersebut. Tapi sekarang, hal ini telah dilupakan dan terkesan individualis, yang notabene hidup individualis adalah ciri masyarakat perkotaan dan perumahan.

Hal di atas saya utarakan lihat ketika saya sering berkunjung bersilaturahmi kepada keluarga di kampung. Atmosfir yang saya rasakan jauh berbeda dengan dahulu ketika hidup di sana. Sebuah misal, jika ada seseorang yang baru datang berbelanja untuk bahan bangunan, seperti pasir, genteng, semen, dan sebagainya, dalam sekejap bahan tersebut dari pinggir sudah habis di angkut ke lokasi di mana orang tersebut mau membangun, tanpa sepeser pun upah yang dikeluarkan, paling hanya sekedar air dan makanan alakadarnya. Tapi sekarang, hal itu sudah tidak dapat dirasakan lagi, semuanya serba pakai uang.

Contoh lain yang saya ingat, ketika mushalla di RT saya tidak memiliki pengeras suara, dan barang tersebut terwujud setelah seluruh warga RT secara bergotong royong mencangkul sawah atau ladang orang lain secara borongan, dan upahnya dikumpulkan untuk membeli pengeras suara tersebut.

Dua contoh di atas, saat ini sulit untuk ditemukan. Hal ini terjadi, karena proses akulturasi budaya masyarakat perkotaan dengan masyarakat pedesaan yang disebabkan oleh urbanisasi besar-besaran dari desa ke kota. Masyarakat desa yang sebagian besar terkesan polos, akhirnya mereka dengan mudah menerima budaya lain tanpa melakukan filter. Di samping urbanisasi, kemajuan teknologi komunikasi, juga memberikan andil besar dalam merubah budaya masyarakat desa.

Untuk menjaga nilai-nilai positif masyarakat pedesaan dan menyaring masuknya budaya-budaya lain yang kurang cocok, hendaknya pemerintah desa dan tokoh masyarakat pedesaan berkewajiban untuk mengkampanyekan dan menanamkan nilai-nilai ”ke’arifan lokal” masyarakat lingkungan desa tersebut. Namun, di samping itu, keseimbangan perlu dipegang. Oleh karenanya, prinsip ”Memegang nilai-nilai lama yang layak (Shalih) dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih layak (Ashlah).” perlu mendapat perhatian.


ORLANDO BUSINES CENTER

Internet today is not just limited to the communication means of the virtual world, but now the internet has become a means to earn money. Business in internit is fun business, you need not tired, do not even need to go far, you just work with computers.
explore business opportunities on the Internet today is very much ease some of the programs offer you a substantial profit. If you want that, please join the Orlando Busines Center will guide the company to benefit from the interenet.


Mendulang Uang di Linkstoxx

Internet bukan hanya sekedar sarana untuk berkomunikasi dunia maya, tapi sekarang internet telah dijadikan fasilitas untuk meraup uang, dengan sekedar membuka facebook, email, chatting, mengelola blog atau website atau.. hanya sekedar “menjelajah” situs-situs di  “dunia maya”

Pada kesempatan ini, saya kenalkan kepada anda Linkstoxx yaitu salah satu metode kita dalam menghasilkan uang secara online. Linkstoxx mambayar kita dengan cara mencari orang yang mau daftar melalui link kita. 0.12 euro per orang. Jika kita bisa mereffer 10 orang per hari maka dapat menghasilkan 1.2 euro per hari yang mana nilai krus 1 euro=$1,3.

ntuk hal pembayaran, kita tidak perlu request. setiap kita mendapat kan uang di balance kita, linkstoxx akan membayarnya dengan otomatis per bulannya. pembayaran hanya dengan paypal. Kita juga bisa mendapatkan poin dengan mencari teman atau bergabung di suatu group seperti layaknya di facebook, tetapi di linkstoxx kita akan di bayar. semakin banyak poin yang kita kumpulkan maka semakin banyak pula uang yang akan kita dapatkan.

Tidak hanya itu, kita akan mendapatkan 0,15 euro jika kita mendaftar melalui link referral orang lain. Misalnya anda mendaftar melalui link referral saya, maka anda akan langsung bonus sebesar 0,15 euro yang akan langsung dibayarkan pada akhir bulan. Tetapi jika anda mendaftar TIDAK melalui link referral maka anda tidak akan mendapatkan apa-apa.

Anda tertarik silahkan klik disini, untuk mendafar!


Hello world!

Welcome to WordPress.com. After you read this, you should delete and write your own post, with a new title above. Or hit Add New on the left (of the admin dashboard) to start a fresh post.

Here are some suggestions for your first post.

  1. You can find new ideas for what to blog about by reading the Daily Post.
  2. Add PressThis to your browser. It creates a new blog post for you about any interesting  page you read on the web.
  3. Make some changes to this page, and then hit preview on the right. You can alway preview any post or edit you before you share it to the world.